Dilema Status Pengemudi Ojol: Ancaman PHK Massal di Tengah Rencana Perubahan Jadi Karyawan -->

Header Menu

Dilema Status Pengemudi Ojol: Ancaman PHK Massal di Tengah Rencana Perubahan Jadi Karyawan

Jurnalkitaplus
04/11/25



Jurnalkitaplus - Rencana pemerintah dan sejumlah pihak untuk mengubah status pengemudi ojek online (ojol) dari mitra menjadi karyawan memicu pro dan kontra di berbagai kalangan. Isu ini merupakan babak baru dalam perlindungan ketenagakerjaan di era ekonomi digital Indonesia.

Saat ini, mayoritas pengemudi ojol berstatus sebagai mitra aplikasi. Status ini memang menawarkan fleksibilitas kerja, namun dinilai rentan karena para driver tidak mendapatkan hak-hak dasar tenaga kerja seperti asuransi kesehatan, jaminan sosial, dan cuti. Rencana perubahan status menjadi karyawan dipandang sebagai langkah untuk memperkuat perlindungan terhadap jutaan pengemudi, juga mengikuti praktik di sejumlah negara maju yang telah menetapkan driver sebagai pekerja formal dengan fleksibilitas tinggi.

Namun, di balik potensi perlindungan hak pekerja, tersembunyi ancaman besar: kehilangan jutaan lapangan kerja. Berdasarkan perkiraan aplikator dan pelaku industri, jika status ojol resmi diubah menjadi karyawan, sekitar 90% pengemudi diprediksi akan berhenti atau tereliminasi dari sistem kerja karena hilangnya fleksibilitas waktu dan penurunan pendapatan bulanan sebesar 7%. Dengan total pengemudi aktif yang diperkirakan mencapai 2–7 juta orang, maka potensi job losses bisa mencapai 1,8 hingga 6,3 juta pengemudi.

Perusahaan aplikasi juga menyoroti bertambahnya beban operasional, mulai dari pemenuhan standar gaji, asuransi, jaminan sosial, hingga seleksi driver yang lebih ketat. Hal ini dikhawatirkan berdampak pada berkurangnya layanan dan menurunnya peluang kerja bagi masyarakat menengah ke bawah yang selama ini bergantung pada ojol sebagai pekerjaan utama.

Di sisi lain, kelompok advokat pekerja mendesak transformasi status driver ojol agar memperoleh perlindungan hukum yang memadai. Mereka menilai model kemitraan selama ini memanfaatkan celah hukum dan cenderung merugikan bagi pengemudi.

Dilema ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dan stakeholder terkait dalam mencari model ideal yang menjamin hak pekerja tanpa mengorbankan fleksibilitas dan akses kerja, serta menjaga keberlanjutan ekosistem ekonomi digital. (FG12)